Apa Bisa Pelindo II Menekan Harga Sembako?

11222285_10153853863744101_6733075085045008735_n

Saat harga bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan, masyarakat pada umumnya menolak kenaikan BBM. Kenaikan harga BBM pun diikuti dengan kenaikan harga sembako. Kenaikan harga sembako dan barang-barang lainnya tidak hanya dipengaruhi oleh harga BBM saja. Kurs rupiah, tingginya permintaan barang, kenaikan produksi, dan biaya logistik menyumbang kenaikan harga barang di masyarakat.

Pelabuhan punya peran penting terhadap biaya logistik, tentunya memperngaruhi harga barang-barang. Barang-barang yang kita gunakan sehari-hari tentunya melalui pelabuhan, seperti handpone hingga nasi yang kita makan. Namun jika kita berada di Indonesia Timur, hampir semua barang yang digunakan tentunya melalui pelabuhan dari pakaian hingga semen.

Tanjung Priok merupakan pelabuhan tersibuk di Indonesia, sebanyak 70% aktifitas ekspor dan impor berada di pelabuhan ini.  Tanjung priok mempunyai pengaruh besar terhadap harga barang-barang. Dimana Pelabuhan Tanjung Priok merupakan salah satu pelabuhan yang dikelola oelh PT Pelindo II. Selain Tanjung Priok, PT Pelindo II menengelola 12 pelabuhan di 10 provinsi.

Dengan kenaikan harga-harga di masyarakat apakah benar Pelindo II membantu menekan harga-harga di biaya logistik. 2009 hingga sekarang, Pelindo II melakukan berbagai upaya perubahan di pelabuhan, salah satu tujuannya adalah mengurangi biaya logistik yang berefek kepada harga-harga barang yang dibeli kita semua.

Pelindo II di bawah Direktur Utama RJ Lino telah meningkatkan efektifitas pelabuhan. Pelabuhan Pelindo II tidak lagi memakai crane kapal untuk bongkar muat barang dari kapal ke pelabuhan dan sebaliknya. Bongkar muat menggunakan crane kapal dapat menghabiskan waktu lebih dari satu hari.

Pelindo II menggunakan crane standar internasional yang terpasang di pelabuhan. Dengan crane standar Internasional, waktu bongkar muat barang dapat dilakukan selama 12 jam. Peringkasan bongkar muat dapat menghilangkan penumpukan kapal-kapal laut untuk bersandar dan penumpukan barang-barang di pelabuhan.

Ketika terjadi antrian kapal untuk bersandar dan penumpukan barang maka biaya transportasi pun bertambah. Tentu saja tambahan biaya transportasi dibebankan pada harga barang yang dibeli. Dengan meningkatkan efektifitas bongkar muat di pelabuhan, maka Pelindo II menghilangkan biaya tambahan yang seharusnya tidak ada.

Sebelum 2009, Tanjung Priok dan pelabuhan Pelindo II lainnya dikenal masyarakat sebagai pungutan liar (pungli). Keberadaan pungutan liar tidak hanya merugikan pengusaha, melainkan juga merugikan masyarakat. Pengusaha mebebankan biaya untuk pungli pun ke harga barang dijual kepada masyarakat.

Pengusaha tidak hanya dikenakan satu kali pungli. Pengurusan dokumen-dokumen, kapal bersandar, bongkar muat dari kapal ke pelabuhan, pemindahan peti kemas ke truk, hingga truk keluar pelabuhan pun dikenakan pungutan liar oleh petugas-petugas di pelabuhan.

Tumbuh suburnya pungli bukan karena menjadi budaya, melainkan banyak celah yang dimanfaatkan oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Celah tersebut adalah pengurusan dokumen melalui dokumen kertas, sehingga memungkinkan petugas pelabuhan bertemu dengan pihak yang terkait untuk mendapatkan pungutan liar. RJ Lino menutup celah praktek pungli dengan menggunakan sistem teknologi informatika dalam pengurusan dokumen. Dokumen diserahkan kepada petugas pelabuhan secara online. Maka praktek pungli di pelabuhan Pelindo II pun diberantas.

Upaya lain Pelindo II menekan harga barang dengan meningkatkan kapasitas peti kemas di pelabuhan. Pelindo II saat ini tengah membangun New Priok (Kalibaru). Keberadaan  New Priok meningkatkan kapasitas muatan pelabuhan di Tanjung Priok. Begitu juga dengan pelabuhan Cirebon, Teluk Bayur, dan pelabuhan lainnya akan ditingkatkan kapasitas peti kemas. Pemerintah beserta Pelindo II dan Pelindo I mengupayakan pengalihan angkutan transportasi darat ke laut, terutama jalur Jawa-Sumatera.

Pengalihan transportasi logistik dari darat ke laut dapat menekan biaya logistik dan tentunya dapat menekan harga-harga. Ongkos biaya logistik melalui darat lebih mahal dibandingkan laut, karena transportasi darat memerlukan lebih banyak BBM dan daya angkutnya lebih kecil dibandingkan kapal laut.

Saat ini biaya logistik di Indonesia sangat besar sekitar 24% dari GDP disebabkan transportasi logistik mengandalkan truk (darat). Sedangkan negara lain Jepang mencapai angka 10% dan Malaysia 15%. Semakin besar angka tersebut semakin besar biaya transport yang dibebankan kepada masyarakat.

Pelindo II terus melakukan inovasi agar biaya logistik angkutan laut dapat ditekan. 13 November lalu Pelindo II berkerja sama dengan Pelabuhan Townsville Australia. Kerja sama ini bertujuan untuk mengurangi biaya logistik barang-barang dari Indonesia ke Australia dan sebaliknya. Sebelum ada perjanjian ini tidak ada pelayaran langsung antara pelabuhan di Indonesia dan Townsville Australia. Pengiriman barang harus melalui Asia Timur dengan lama pengiriman hingga mencapai 23 hari kerja dan tingginya biaya logistik.

Dengan kerjasama ini bisa memangkas waktu tempuh dan biaya logistik barang yang diimpor dari Australia dan ekspor ke Australia. Komoditas utama yang dibawa dari Austalia ke Indonesia adalah barang-barang yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya yaitu sapi, gula, dan timah.

Selain upaya-upaya Pelindo II tersebut, Pemerintah juga memprogramkan Tol Laut. Ide awal Tol Laut sebenarnya berasal dari Pelindo II. Pelindo II menginisiasi program Pendulum Nusantara dari tahun 2013, ini merupakan cikal bakal program Tol Laut.

Sebelum adanya Tol Laut, kapal peti kemas yang menuju pelabuhan di Papua mengisi berbagai macam kebutuhan pokok dari Tanjung Priok maupun Tanjung Perak. Ketika kapal berada di Papua dan kembali lagi ke pelabuhan awal, sedikit sekali bahkan tidak ada barang yang dibawa. Agar pengusaha angkutan laut tidak merugi maka, satu-satunya jalan agar tidak merugi dengan menaikan ongkos angkut.

Tol laut yang baru berjalan sejak 4 November lalu sebagai solusi kelangkaan barang di Indonesia Timur dan menekan harga barang-barang di Indonesia Timur yang begitu tinggi. Pelaksanaan Tol Laut dengan kapal kargo yang berlayar secara rutin dan terjadwal dengan mengangkut barang-barang dan sembako dari Indonesia Bagian Barat ke Indonesia Bagian Timur.

Jika Pelindo II tidak melakukan upaya upaya tersebut, maka seluruh barang yang kita beli terdapat komponen biaya pungutan liar pelabuhan, biaya antrian kapal berlabuh, biaya antrian muatan di pelabuhan.  Tentu saja menekan harga barang-barang bukan hanya tugas besar Pelindo II, melainkan tugas pemerintah secara keseluruhan, banyak faktor yang harus dibenahi untuk bisa menekan harga.

 

 

Foto : Harianto

Leave a comment